Apa yang salah dengan dashboard dibawah ini ?
Sepintas kalo dilihat sepertinya aman-aman aja. Di adset diatas isinya adalah audience lookalike 1%. Tapi adset tersebut oleh client saya di duplicate sampai beberapa kali. Padahal tinggal nambah budget di adset yang oke bisa…hehe
Kedepannya dilakukan oleh client saya dan aman-aman saja. Ntar saya kasih lihat.
Setelah cek disitu, saya cek pixel, karena sering kali client itu ada yang salah di pemasangan pixel.
Ada event pixel (kuning) yang client saya sendiri aja gak ngerti itu untuk apa. Sudah pasti saya sarankan untuk hapus kedua pixel tersebut.
Selain event pixel kuning tadi yang gak tau kegunaannya. Saya juga menemukan penempatan event view content yang terdeteksi double.
Bisa dilihat view content terdeteksi ada 2. Seharusnya cukup satu saja. Kalo dibiarkan seperti ini dan memang membutuhkan menampilkan data view content di dashboard. Dapat dipastikan datanya menjadi tidak akurat karena satu orang terbaca 2 view content. Saran saya tentunya hilangkan saja satunya.
Khusus untuk di Berdu, saya juga menyarankan ke client untuk mengaktifkan fitur conversion api agar bisa melacak pixel purchase yang terjadi, terutama yang terjadi melalui pembayaran dari payment gateway.
Sekarang kita pindah ke bagian konten iklan, yang disini bikin saya cukup wow.
Pas saya minta client saya buka dashboard di bagian konten iklan. Konten iklannya masih sebatas foto tas doang. Gambarannya seperti gambar dibawah. Bukan foto produk client saya ya. Sebatas contoh saja agar lebih paham.
Dengan gambar yang masih sebatas foto tas doang, penjualannya sudah lumayan. Spend iklan 40-50jt dengan omset 150-180jt. Menurut saya itu not bad at all.
Asumsi saya di awal yaitu produknya memang cukup oke, akhirnya saya berani bilang benar. Karena dengan melihat konten iklan yang masih sebatas nunjukin tas doang aja dapat penjualan segitu. Ini lah fenomena produk market fit.
Terus dari konten iklan gak ada perbaikan ?
Tentu ada, malah gak sebatas konten iklan doang. Tapi harus rombak juga visual branding agar target market menjadi lebih spesifik.
Begini, client saya itu melakukan foto produk ataupun merancang tema branding untuk Instagram itu dipasrahin ke fotographer alias tanpa arahan sama sekali dari client saya. Nah ini menjadi masalah, tau kenapa ?
Si fotographer kan gak tau dengan detail seperti apa target market brand kamu ?
Kebetulan pada saat itu model yang digunakan oleh brand client saya itu muka-muka lucu yang terlihat muda. Saya tanya apakah target marketnya memang seperti itu ?
Ternyata ndak…wkwkwk
Kan lucu ya ?
Client saya menghendaki target marketnya itu umur 25 ke atas dengan tampilan dewasa.
Yaudah, berarti harus rombak visual branding dengan rombak tampilannya menjadi lebih dewasa. Berarti konten iklan yang diiklankan juga mengikuti hasil rombak tersebut.
Satu lagi di konten iklan. Orang itu beli produk fashion karena dorongan emosional. Aku beli tas ini agar terlihat lebih dewasa. Aku beli tas itu agar status sosial ku lebih terlihat mapan. Ataupun sebatas ingin dipandang punya selera yang oke. Intinya bukan sebatas beli produknya. Jadi harus ada model ataupun talent yang bisa menguatkan dorongan emosional tersebut.
Kalo yang diiklankan baru sebatas tasnya tok tanpa ada visual yang menggambarkan dorongan emosional yang saya jabarkan tadi, penjualannya menjadi kurang maksimal ya ?
Betul masih ada penjualannya seperti brand client saya. Itu karena desain produknya yang diminati. Kalo brand yang sudah cukup gede, itu juga akan membantu.
Nantinya setelah client saya mengganti visual branding dan konten iklan baru. Penjualannya menjadi lebih banyak.
Dari placement, produk seperti client saya ini biasanya condong di Instagram. Tapi ini sebatas asumsi yang sumbernya dari beberapa kali penemuan saya di dashboard client-client saya. Kecenderungan namun belum pasti. Cara tau pastinya adalah dengan melihat di dashboard.
Bisa dilihat diatas dari Rp 216,498,008 budget iklan, sebagian besar yaitu Rp 195,257,607 teralokasikan di Instagram. Hanya Rp 21,165,242 yang teralokasikan di Facebook. Dengan data yang sudah cukup lumayan banyak seperti ini kita bisa menyimpulkan produk client saya dengan branding yang sekarang lebih diminati di Instagram. Nantinya ketika membuat campaign baru, saya menyarankan juga untuk menggunakan placement hanya di Instagram.
Jika kamu mau mengikuti saran diatas, silahkan saja. Disarankan jika sudah punya data yang mendukung. Atau setidaknya asumsi yang kuat.
Dikarenakan campaign client saya ini juga membingungkan, bahkan ketika konsultasi pun client saya bingung. Saya menyarankan untuk bikin campaign baru untuk testing semua yang saya sarankan.
Hasilnya seperti apa ?
Kita bahas di bab selanjutnya.